WINDFALL POLITIC

Kemarin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menurunkan kembali harga BBM, khususnya premium dan solar. Penurunan ini dinilai langkah yang tepat, tapi ada yang mengkritisi ini sebagai langkah politis.

Dinilai tepat, karena memang faktanya harga minyak dunia yang sempat bertengger di level tertinggi US$147, kini sudah beringsut ke level US$42 per barel. Sementara pemerintah selama ini sudah kali ketiga menurunkan premium masing-masing gopek menjadi Rp4.500, sementara untuk solar untuk yang pertama kalinya menjadi Rp4.500.

Yang menarik, harga minyak dunia sudah turun 71% lebih, sementara harga premium katakanlah yang sudah mengalami tiga kali penurunan, namun secara relatif baru turun 25%. Artinya pemerintah masih memiliki ruang ekstra untuk kembali menurunkan harga premium sebesar 46%.

Itu sebabnya, dari mana kita bisa melihat tabungan sebesar 46% yang merupakan ruang bagi pemerintah untuk dapat menurunkan lagi harga BBM. Dari sisi pemerintah penurunan cuma gopek yang dilakukan secara bertahap tentu bisa dilihat sebagai sebuah penurunan yang moderat dan berhati-hati. Jangan-jangan jika harga BBM diturunkan, katakanlah langsung menjadi Rp3.000, dampak ikutannya panjang.

Tarif angkutan harus segera menyesuaikan, harga-harga segera melandai, tarif dasar listrik (TDL) turun dan tentu saja rakyat senang karena semua menjadi lebih terjangkau, dengan sendirinya daya beli masyarakat lebih baik. Belum lagi kalau harga BBM naik lagi.

Tapi buat lawan politik tentu saja hal itu dilihat sebagai upaya pemerintah mengambil hati rakyat. Penurunan harga BBM berturut-turut, katakanlah sebulan dua kali, akan menjadi investasi politik berharga buat pasangan SBY-JK, paling tidak sampai April 2009. Pesta demokrasi.

Karena itu, ketika posisi Indonesia masih net eksportir dan harga BBM naik maka Indonesia memperoleh windfall profit, atau berkah dari keuntungan kenaikan harga minyak dunia. Sebaliknya, ketika harga BBM turun dan faktanya Indonesia kini dalam posisi net importir, sehingga akan ada windfall politic, atau berkah politik bagi pasangan incumbent.

Itu sebabnya mantan Ketua MPR RI Amien Rais misu-misu dan menilai penurunan harga BBM bukanlah prestasi pemerintah, melainkan sudah seharusnya pemerintah melakukan hal itu. Bahkan ada kesan pemerintah memanfaatkan situasi itu untuk mengambil windfall politic.

Memang pusing kalau mau melihat penurunan harga BBM dengan kaca mata politik, selalu ada pro dan kontra, selalu ada pihak yang untung dan rugi, selalu ada segregasi politik yang tidak mengenakkan dan mengenakkan.

Yang paling enak memang nasihat para ustad, habib atau kyai, lihatlah dengan husnudzon atau prasangka positif. Sehingga yang diperoleh adalah pahala dan pahala. Pada saat yang sama secara psikologis kita bisa lebih sehat, karena tak punya beban politik. Faktanya, beli bensin bisa lebih murah, itu sudah menyenangkan.

Wah, celetuk teman di kantor, jangan-jangan ini genre politik baru, politik syukur nikmat…! (djonyedward@yahoo.com)

Tentang djonyedward

Penulis 75 Buku Perbankan, Asuransi, Pasar Modal, Bisnis, Konglomerasi, Politik, Hukum dan GCG
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar