DAN AULIA PUN MENYERET ANWAR

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, sebagai tersangka penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).

Anwar dinilai harus bertanggung jawab karena mengikuti Rapat Dewan Gubernur pada 22 Juli 2003 dan ikut menandatangani hasil rapat tersebut.

Hal tersebut disampaikan Aulia Pohan dalam nota keberatan yang dibacakan penasihat hukumnya, OC Kaligis, di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini. Selain Aulia, juga dibacakan eksepsi tiga terdakwa lainnya, Maman H Somantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjudin.

“Anwar Nasution yang saat itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior sampai saat ini tidak juga ditetapkan sebagai terdakwa. Padahal dia turut memberikan persetujuan penyisihan dana YPPI,” kata OC Kaligis.

Menurut Kaligis, peranan Anwar dalam RDG terungkap dalam fakta persidangan Burhanuddin Abdullah, Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak. Menurut dia, saat itu Anwar menyatakan bahwa dirinya menyetujui hasil rapat karena untuk kepentingan bank sentral.

Saat menjadi saksi dalam sidang Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak, Anwar Nasution juga mengaku turut menandatangani hasil� RDG. “Saya menyetujui dalam tataran kebijakan,” kata Anwar saat itu.

Keterlibatan Anwar, kata Kaligis, juga terlihat dari surat elektronik (electronic mail) yang dikirimkan pada Burhanuddin. Dalam email tersebut Anwar menyarankan pada Burhanuddin untuk melakukan pendekatan kepada DPR sebagai pertahanan terakhir dalam amandemen Undang-Undang BI.

Bun Bunan Hutapea dalam eksepsi yang dibacakan penasihat hukumnya, Irianto Subiakto, menyatakan penentuan terdakwa dalam kasus ini diskriminatif. RDG 22 Juli 2003 dihadiri Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, Maman H Somantri, Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, dan Maulana Ibrahim. Diantara mereka, lima orang menjalani proses hukum, sementara Anwar dan Maulana masih bebas.

“Bila ada anggota Dewan Gubernur yang menghadiri RDG dan menyetujui keputusan RDG tidak menjadi terdakwa, maka seharusnya semua anggota Dewan Gubernur tersebut tidak boleh dijadikan terdakwa,” kata Irianto.

Sementara itu, Koordinator tim penasihat hukum Aulia Pohan dan Maman Somantri, Amir Karyatin mengatakan YPPI adalah badan hukum perdata yang memiliki kekayaan atau keuangan sendiri. Dengan demikian dana Rp100 miliar yang digunakan BI adalah sah milik YPPI sebagai badan hukum perdata yang terpisah dari BI.

“Surat dakwaan penuntut umum tidak memenuhi persyaratan yang diatur pada pasal 156 ayat (1) dan pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHP, sehingga surat dakwaan harus dibatalkan atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Amir.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan hukuman lima tahun penjara pada Burhanuddin. Oey dan Rusli masing-masing dihukum empat tahun penjara. Sementara anggota DPR penerima dana BI, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, masing-masing dihukum 4,5 tahun dan 3 tahun penjara.

Tentang djonyedward

Penulis 75 Buku Perbankan, Asuransi, Pasar Modal, Bisnis, Konglomerasi, Politik, Hukum dan GCG
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar